Laman

Kamis, 09 Mei 2019

Perjuangan

Hanya kau, Tuhan dan Setan yang tahu persis rintangan apa yang telah kau lalui,
seberapa besar perjuanganmu kala itu
hingga akhirnya kini kau mampu bangkit kembali
dengan kekuatan yang masih tersisa
Ahh bukan sisa tapi kekuatan baru
yang terbentuk sebagai hasil perjuanganmu itu!

Kau juga tahu siapa yang ada di sana kala itu,
hanya Tuhan, Setan dan dirimu!
Perlakukan dirimu selayaknya dia menerimanya
Jangan menunggu orang lain memperlakukanmu lebih baik dari dirimu sendiri
Kau tahu resikonya, kecewa! kasihan juga orang lain itu

hargai perjuanganmu
dan ...................
mulailah berdamai dengan kenyataan

Sabtu, 19 Oktober 2013

Pendidikan Agama Kristen Sebagai Tugas Panggilan Gereja

Pendidikan Agama Kristen Sebagai Tugas Panggilan Gereja

Pengajaran memang tidak dititikberatkan pada hanya salah satu tugas panggilan gereja (bersekutu, bersaksi dan melayani), sebab berbicara mengenai pengajaran sebenarnya mencakup ketiga tugas panggilan gereja tersebut.  Setiap tugas panggilan gereja sesungguhnya haruslah mengandung unsur pengajaran. Setiap persekutuan, pelayanan serta kesaksian yang dilakukan, mengajarkan kepada setiap anggotanya bagaimana kehidupan sesungguhnya dari gereja.   Dengan kata lain, pengajaran ada dalam persekutuan, pelayanan serta kesaksian gereja Tuhan.
Gereja ditugaskan untuk mengajarkan kepada semua bangsa segala sesuatu yang telah Yesus perintahkan (Mat. 28:18-20). Pengajaran yang dilakukan gereja haruslah menyebabkan pengetahuan, pengertian serta perubahan untuk mencapai kedewasaan penuh dalam Kristus (Ef. 4:11-16). Kristus adalah Guru Agung, Dia adalah teladan yang sempurna dalam segala bentuk pelayanan termasuk di dalamnya mengajar, sebab Dia sendiri melakukan apa yang Ia ajarkan dan apa yang Ia ajarkan, itu pula yang Ia lakukan. Penulis Didakhè mengatakan dengan tajam, bahwa setiap nabi yang tidak melakukan kebenaran yang ia ajarkan adalah nabi palsu (11:10).
Gereja sebagai persekutuan yang organis, fungsinya mencakup penyusunan pengajaran (didache) yang berasal dari pemberitaan (kerygma) yang dasariah. Ini merupakan bentuk kesadaran gereja atas pengutusannya. Lebih lanjut Cully menjelaskan bahwa makna pemberitaan itu menyangkut keseluruhan perbuatan-perbuatan Allah yang besar dalam melawat dan menebus umatNya. Pemberitaan ini menghasilkan pengajaran, dengan kata lain pengajaran bersumber dari pemberitaan, sehingga pengajaran tidak bisa dipisahkan dari kerygma. Apabila hal itu terjadi maka pengajaran itu cenderung menyimpang.[1] Pengajaran dibutuhkan untuk memelihara hasil-hasil penginjilan sehingga semakin hari semakin menuju pada kedewasaan rohani.[2]
Bagaimana gereja mengajar menurut penjelasan Cully, dapat di uraikan sebagai berikut:
1)    Gereja mengajar melalui ibadah bersama;
2)    Gereja mengajar melalui perayaan kalender hari-hari raya gerejawi;
3)    Gereja mengajar melalui hubungan-hubungan yang ada antara orang dewasa dan anak-anak di gereja;
4)    Gereja mengajar melalui sekolah gereja;
5)    Gereja mengajar melalui partisipasi anak-anak dan orang dewasa dalam keseluruhan kehidupan umat Kristen;
6)    Gereja mengajar melalui partisipasi keluarga-keluarga dalam persekutuan yang beribadah.
Semuanya itu menunjukkan pengajaran terjadi dalam persekutuan dan menuntut adanya keterlibatan aktif dari seluruh anggota gereja tanpa terkecuali, dari anak-anak sampai orang dewasa. Kegiatan mengajar oleh gereja tidak boleh berhenti, melainkan harus terus menerus dilakukan dari generasi ke generasi (Ul. 6:4-9). Daniel Nuhamara secara eksplisit mengatakan bahwa pengajaran adalah bagian dari pendidikan.[3] Sejalan dengan itu, Horace Bushnell sebagaimana yang dicatat Boehlke dalam bukunya, menyebutkan orang tua, jemaat sendiri, pendeta dan anak-anak sebagai pengajar sedangkan pelajarnya yaitu kaum muda, orang tua dan warga jemaat.
Berkaitan dengan tugas ini, maka kita mengenal Pendidikan Agama Kristen (PAK). Istilah ini berasal dari bahasa Inggris Christian Religious Education, yang oleh beberapa ahli didefinisikan sebagai berikut:
a.    Hieronimus (345-420)
PAK adalah pendidikan yang bertujuan untuk mendidik “jiwa” sehingga menjadi bait Tuhan. “Haruslah kamu sempurna sama seperti Bapamu yang di surga adalah sempurna” (Mat. 5:48).[4]
b.    Augustinus (345-430)
PAK adalah pendidikan yang bertujuan menghantar para pelajarnya untuk bertumbuh dalam kehidupan rohani, terbuka dengan Firman Tuhan dan memperoleh pengetahuan akan perbuatan-perbuatan Allah melalui Alkitab dan bacaan lain. Semuanya itu untuk memperoleh hikmat yang dari Allah sendiri.[5]
c.    Martin Luther (1483-1548)
PAK adalah pendidikan yang melibatkan semua warga jemaat khususnya kaum muda, agar bisa belajar secara teratur dan tertib sehingga sadar akan dosa dan kemerdekaan yang Allah kerjakan melalui Yesus Kristus. Disamping itu memperlengkapi mereka dengan berbagai sumber iman sehingga mampu mengambil bagian secara bertanggung jawab dalam pelayanan terhadap masyarakat, negara dan gereja.[6]
d.    Yohanes Calvin (1509-1664)
PAK adalah pendidikan gereja yang bertujuan untuk mendewasakan umat Allah. Berkaitan dengan hal ini, Calvin mengutip tulisan Paulus dalam Efesus 4: 10 dyb.[7]
e.    E.G. Homrighausen (1955)
PAK adalah pendidikan yang melaluinya “segala pelajar, tua dan  muda memasuki persekutuan iman yang hidup dengan Tuhan sendiri dan oleh dan dalam Dia mereka terhisap pula pada persekutuan jemaat-Nya yang mengakui dan mempermuliakan Nama-Nya di segala waktu dan tempat”.[8]
f.     Clement Suleeman/ Lee Sian Hui (1980)
PAK adalah pelayanan gerejawi dalam “mendidik anggota dan calon anggotanya untuk hidup dalam kehidupan Kristen”.[9]
Dari pengertian beberapa ahli di atas, maka dapat ditarik kesimpulan bahwa pusat Pendidikan Agama Kristen adalah Allah sendiri dengan kedewasaan iman jemaat-Nya sebagai tujuannya. Para pelajar PAK sendiri, pada dasarnya para ahli di atas setuju bahwa semua warga jemaat adalah pelajar, kendatipun Marthin Luther menekankan kekhususan dari kaum muda. Sejalan dengan tugas ini, maka dapatlah dimengerti bahwa di mana gereja ada, disitu pula gereja melaksanakan tugas mengajar ini. Sehingga bisa dikatakan PAK ada dimana gereja ada yakni di rumah/keluarga, di sekolah, juga di gereja yang dalam pengertian gereja lokal.
Dalam penerapannya, setiap warga gereja berapapun usianya berhak mendapatkan pendidikan agama Kristen. Pertumbuhan dan perkembangan manusia baik fisik, psikis, sosial, emosional dan kerohanian, turut memengaruhi daya tangkap, cara berpikir, tingkah laku dan kebutuhan-kebutuhan manusia itu sendiri, termasuk di dalamnya kebutuhan akan pendidikan. Bagi anak-anak dan orang muda, pendidikan yang mereka terima yaitu untuk menyiapkan mereka menuju kehidupan dewasa, sedangkan pendidikan yang diterima orang dewasa yaitu untuk menolong mereka mengembangkan potensi dalam memecahkan masalah-masalah pribadi dan sosial.[10]
Perbedaan kemampuan dan kebutuhan dari tingkat usia inilah yang menuntut adanya perhatian khusus oleh gereja. Sehingga dalam pelaksanaannya, kita mengenal berbagai kategori dalam PAK yakni PAK untuk anak-anak (usia 0-11 tahun), PAK untuk Remaja (usia 12-17 tahun), dan PAK untuk orang dewasa (usia 18 tahun ke atas). Bahkan dalam PAK untuk orang dewasa masih juga dibagi dalam 3 kelompok yakni kelompok dewasa muda (usia 18-34 tahun), dewasa menengah (usia 35-60 tahun) dan dewasa lanjut usia (usia 60 tahun ke atas). Di samping PAK untuk orang dewasa, ada juga PAK dalam keluarga. Setiap kategori usia membutuhkan pendekatan pendidikan berdasarkan ciri khas dari perkembangannya.


[1] Iris Cully, Dinamika Pendidikan Kristen, terjemahan P. Siahaan dan Stephen Suleeman, (Jakarta: BPK Gunung Mulia, 2012), h. 30-31.
[2] Ernest Petty, Berkhotbah & Mengajar, (Malang: Gandum Mas), h. 158.
[3] Daniel Nuhamara, PAK (Pendidikan Agama Kristen) Dewasa, (Bandung: Jurnal Info Media, 2008), h. 12.
[4] Robert Boehlke, Sejarah Perkembangan Pikiran dan Prakten Pendidikan Agama Kristen dari Plato Sampai Ig. Loyola, (Jakarta: BPK Gunung Mulia, 2011), h. 111.
[5] Ibid., h. 128.
[6] Ibid., h. 342.
[7] Yohanes Calvin, Institutio Pengajaran Agama Kristen, diseleksi oleh Th. Van den End, terjemahan Ny. Winarsih da J.S. Aritonang, Arifin dan Th. Van den End, (Jakarta: BPK Gunung Mulia, 2011), h. 230.
[8] E.G. Homrighausen & I.H. Enklaar, Pendidikan Agama Kristen, (Jakarta: BPK Gunung Mulia, 2011), h. 26.
[9] Clement Suleeman di dalam Andar Ismail, Ajarlah Mereka Melakukan – Kumpulan Karangan Seputar Pendidikan Agama Kristen, (Jakarta: BPK Gunung Mulia, 2003), h. 6-7.
[10] Daniel Nuhamara, PAK (Pendidikan Agama Kristen) Dewasa, h. 13.

Kamis, 01 Maret 2012

YESUS KRISTUS (KRISTOLOGI)


BAB I
PENDAHULUAN

Pertanyaan mengenai siapakah Yesus Kristus, adalah pertanyaan yang penting sekali dijawab oleh setiap orang. Pembahasan didalam bagian ini bertujuan menelitih ajaran-ajaran yang terdapat dalam Perjanjian Baru “Siapakah sebenarnya Yesus Kristus.” Penelitian tentang siapakah Yesus Kristus mempunyai istilah yang khusus dalam bahasa teologi Kristen, yaitu “Kristologi.”
Perjanjian Baru ditulis oleh para pengikut Yesus yang percaya kepada-Nya, hal ini merupakan suatu fakta yang sudah jelas dengan sendirinya. Karena itu apabila kita menyajikan secara sistematis apa yang dikatakan Perjanjian Baru mengenai Yesus, itu berarti pula kita menyajikan secara sistematis kepercayaan para penulis Perjanjian Baru.
Dalam pembahasan berikut ini kita akan memusatkan perhatian pada apa yang disajikan oleh penulis-penulis Perjanjian Baru tentang Kristologi dan bukan pada sejarah asal mula dan perkembangannya. Maksud dari ahli Teologi Perjanjian Baru dengan membahas bidang itu ialah untuk memperlihatkan betapa kayanya macam-macam tafsiran mengenai pribadi Yesus dalam Perjanjian Baru.
Pembahasan kita di bagian awal ini akan dipusatkan pada dua hal, yaitu kemanusiaan Yesus dan ketidakberdosaan Yesus.
BAB II
YESUS KRISTUS (KRISTOLOGI)
A.    Yesus Sebagai Manusia
1.      Yesus sebagai manusia sejati
a.      Kitab-kitab Injil Sinoptik
Dalam kitab-kitab Injil Sinoptik kita mendapat tiga gambaran mengenai Yesus dari Nazaret. Dalam masing-masing penggambaran tersebut terdapat perbedaan dalam banyak hal, namun semuanya berpusat pada manusia yang sama. Di antara tiga kitab Injil Sinoptik, hanya Markus yang memberikan petunjuk dalam kata-kata pembukaannya dengan memperkenalkan seseorang yang lebih dari seorang manusia; namun diantara ketiga penulis lainnya itu, Markuslah yang lebih memusatkan perhatiannya pada Yesus sebagai manusia. Di lain pihak, Matius dan Lukas memusatkan perhatian pada permulaan kehidupan Yesus sebagai manusia, dengan mengikutsertakan kisah kelahiran Yesus.
Catatan mengenai kelahiran-Nya menggambarkan Yesus dalam keluarga manusia yang biasa, yang juga mengalami semua permasalahan yang biasa terjadi. Satu-satunya peristiwa pada masa kanak-kanak Yesus yang diceritakan, memperlihatkan keberadaan keluarga yang bersifat manusia biasa, yaitu kecemasan orang tua karena kehilangan anaknya. Tetapi komentar Lukas bahwa Yesus patuh kepada orang tuanya, merupakan kesimpulan mengenai kehidupan Yesus dalam seluruh masa pertumbuhan-Nya (Luk.2:51). Komentar Lukas selanjutnya bahwa Yesus makin bertambah besar dan bertambah hkmat-Nya (Luk.2:40,52), memperlihatkan perkembangan manusia biasa secara normal.
Injil Markus mencatat beberapa emosi Yesus yang sangat manusiawi, emosi yang mencakup rasa gusar (10:14), marah dan sedih (3:5) juga penolakan terhadap Yesus oleh karena adanya hubungan yang terlalu bersifat manusia antara Yesus dan suatu keluarga biasa saja (6:1-6).
b.      Tulisan-tulisan Yohanes
Kitab Injil ini lebih banyak memberikan keterangan mengenai keilahian Yesus dibandingkan dengan kitab-kitab Injil Sinoptik, dan kitab ini di awali dengan tulisan mengenai keberadaan Yesus sebelum segala sesuatu ada. Namun sangat mengesankan bahwa kitab Injil ini juga berisi hal-hal yang jelas mendukung kemanusiaan Yesus. Pernyataan dalam Yoh 1:14 yang berbunyi “Firman itu telah menjadi manusa, dan diam diantara kita, dan kita telah melihat kemuliaan-Nya,” di satu pihak menekankan bahwa  Anak Allahlah yang menyatakan diri-Nya melalui inkarnasi, di lain pihak menyatakan kemanusian-Nya.
Tidak dapat diragukan bahwa Yohanes ingin memberikan kesan bahwa apabila logos (Firman) menjadi manusia (daging), maka ia benar-benar daging. Firman yang sudah ada sebelum segala sesuatu ada itu telah menjadi manusia sejati. Namun demikian, kemanusiaan-Nya itu tidak dapat mengaburkn kesan yang sama kuatnya dengan kenyataan bahwa Yesus sebagai manusia unik.
c.       Kisah Para Rasul
Kisah Para Rasul 2:22 berbicara tentang Yesus sebagai “Yesus dari Nazaret”, seorang yang telah ditentukan Allah dan yang dinyatakan kepadamu dengan kekuatan-kekuatan dan mujizat-mujizat dan tanda.” Dalam Kisah Para Rasul 4:10, Ia disebut “Yesus Kristus, orang Nazaret.” Sebutan “Yesus orang Nazaret itu” dipakai juga oleh penunduh-penunduh palsu yang melawan Stefanus (Kis 6:14). Nama yang sama digunakan oleh Petrus dalam khotbahnya kepada Kornelius dan keluarganya (Kis 10:38). Menurut kesaksian Paulus mengenai pertobatannya yang ditulis dalam Kisah Para Rasul 22:8, Tuhan yang bangkit memperkenalkan diri-Nya sebagai Yesus orang Nazaret. Hal-hal ini merupakan keterangan yang secara jelas menunjukkan bahwa dalam sejarah, Yesus pernah hidup sebagai manusia di desa Nazaret. Namun harus diakui bahwa Kisah Para Rasul lebih memusatkan perhatian pada kemuliaan Yesus yang tinggi, daripada tentang hidup-Nya di dunia ini.
d.      Paulus
Dalam surat-surat Paulus, hanya terdapat sedikit keterangan mengenai pokok ini, tetapi kekurangan itu sering dilebih-lebihkan, seolah-olah mendukung pendapat bahwa Paulus tidak menaruh minat pada kehidupan Yesus sebagai manusia dalam sejarah. Tetapi pandangan ini tidak dapat dipertahankan. Paulus mengetahui bahwa Yesus adalah keturuanan Daud. Yesus memang termasuk orang Israel. Ia diutus oleh Allah pada waktu tertentu dan dilahirkan oleh seorang wanita dan hidup di bawah hukum Taurat.
Paulus pernah bertemu rasul-rasul Yerusalem (Kis 9:26), pada waktu itu tentu ia mendengar banyak uraian peristiwa tentang Yesus dan kedua belas murid-Nya, peristiwa yang paling khusus dalam kehidupan Yesus yang disebutkan oleh Paulus, selain peristiwa penyaliban, penguburan dan kebangkitan (1 Kor 15:4), ialah penetapan perjamuan Tuhan (1 Kor 11:23). Paulus tidak memberikan gambaran langsung mengenai pribadi Yesus demikian juga dengan para penulis kitab-kitab Injil namun mereka sadar akan segi-segi tertentu dari pribadi Yesus. Ia berbicara tentang kerendahan hati dan kelembutan Yesus (2 Kor 10:1).
Dari keterangan-keteragan di atas kita dapat menyimpulkan bahwa Rasul Paulus sudah tentu memperoleh keterangan yang cukup luas mengenai Yesus sebagai manusia. Dan jelas bahwa Paulus memandang Yesus sebagai benar-benar manusia.
e.       Surat Ibrani
Ibrani 1:3 penulis memperkenalkan Yesus sebgai Anak Allah yang di tinggikan serta mengenai kemanusiaan-Nya. Surat ini juga membicarakan mengenai kualifikasi Kristus sebagai Imam Besar. Surat Ibrani tidak memperlihatkan kebingungan mengenai gagasan yang sejajar tentang keilahian Anak Allah dengan kemanusian-Nya yang sejati.
f.        Surat Petrus
Dalam surat 1 Petrus, kemanusian Yesus yang sejati diterima sebgai hal yang benar dan tidak diungkapkan secara panjang lebar lagi. Dalam 2 Petrus 1:16 dst. Pokok yang penting ialah kemuliaan itu terlihat di dalam dunia.
g.      Kitab Wahyu
Kitab ini terpusat pada Kristus Sorgawi yang telah bangkit, hanya sedikit penekanan pada kemanusiaan-Nya (Why 1:7;1:18) Anak domba yang menang sebagai Dia yang sudah hidup didunia dan mati untuk menyelamatkan manusia.
2.      Yesus sebgai manusia yang tidak berdosa
a.      Kitab-kitab Injil Sinoptik
Kitab-kitab Injil Sinopti melukiskan ketidakberdosaan-Nya secara langsung, namun mempersipakan kita menerima uraian yang lebih khas dalam Injil Yohanes dan pertanyaan tegas yang pasti dalam surat-surat kiriman.
b.      Tulisan-tulisan Yohanes
Yohanes mencatat bahwa Yesus sebgai Anak Allah dan juga manusia sejati ini menyatakan secra tidak langsung mengenai ketidakberdosaan-Nya. Penyataan tersebut sangat jelas dalam 1 Yoh 3:5 (di dalam Dia tidak ada dosa)
c.       Kisah Para Rasul
Disini ketidakberdosaan Yesus tidak diuraikan secara jelas, namun dinggap sudah diketahui.
d.      Paulus
Dalam 2 Korintus 5:21 Paulus mengatakan “Dia yang tidak mengenal dosa telah dibuat-Nya menjadi menjadi dosa karena kita”. Secara jelas di sini dikatakan bahwa Yesus tidak berdosa, walaupun ada masalah yang mendasar mengenai arti pernyataan “dibuat menjadi dosa” sekali lagi pusat perhatian diarahkan pada fakta bahwa Ia tidak berbuat (mengenal dosa). Kehidupan yang tidak berdosa merupakan pendahuluan yang mutlak diperlukan oleh orang-orang dalam mengenal Kristus karena bagi merekalah Yesus telah datang untuk menyelamatkan dari dosa.
e.       Surat Ibrani
Dalam memperlihatkan sifat-sifat Yesus sebgai seorang Imam Besar yang penuh perhatian, penulis membandingkan pencobaan-pencobaan  yang Dia alami dan kita alami, dengan tambahan yang penuh arti “hanya tidak berbuat dosa” (Ibr 4:15). Kemungkinan bahwa  Yesus dapat berbuat dosa tidak dibahas , tetapi ditegaskan bahwa Ia tidak bebuat dosa.
f.        Surat-surat Petrus
Disini Petrus mempertahankan bahwa Kristus tidak berbuat dosa dan pada saat yang sama ia menegaskan bahwa Ia memikul dosa-dosa kita supaya kita yang mati terhadap dosa, hidup untuk kebenaran (1 Ptr 2:24). 1 Ptr 3:18, yang menyatakan bahwa Kristus yang benar mati untuk orang-orang  yang tidak benar. Dalam kedua ayat ini hal yang terutama ialah kematian Kristus dan jelaslah bahwa keadaan hidup-Nya yang tanpa dosa itu dianggap sebgai factor penting dalam arti kematian-Nya.
B.     Mesias
Kata “Mesias” dalam konteks ini berarti tokoh pembebas (penyelamat) yang diharapkan oleh orang Yahudi, yaitu seseorang yang akan menjadi wakil Allah untuk pembentukan suatu zaman baru bagi umat-Nya. Kata “Mesias” berasal dari bahasa Ibrani, dan bahsa Yunani untuk kata itu adalah ‘Kristus”. Kedua istilah ini berasal dari akar kata yang berarti “mengurapi,” dari hal ini Yesus dipandang sebagai orang yang secara khusus ditahbiskan untuk tugas tertentu.
1.      Gelar Mesias
Istilah Mesias dalam bahasa Yunani Khisto (yang diurapi), banyak sekali dipakai dalam Gereja Kristen. Hal ini nyata dengan adanya fakta bahwa orang-orang yang percaya kepada Yesus pada masa-masa permulaan disebut sebagai orang-orang Kristen; dan hal ini merupakan kesaksian yang mengesankan karena dari situ kita dapat melihat bagimana pentingnya konsep Kristus dalam pikiran mereka. Mereka begitu yakin bahwa Yesus adalah Mesias dan mereka bagitu giat dalam memberitakan hal itu sehingga orang-orang lain menyebut mereka “pengikut-pengikut Kristus.” Hal ini terjadi di Antiokhia. Ini merupakan hal yang penting karena disanalah jemaat pertama-tama dibangun ditengah-tengah orang-orang bukan Yahudi (Kis 11:26).
a.      Latar belakang Yahudi
Dalam PL, terutama dalam kitab nabi-nabi, banyak disebutkan masa kemesiasan yang akan datang yang menawarkan masa depan yang cerah bagi umat Allah (bnd 26-29;40 dst; Yeh 40-48; Dan 12; Yl 2:28-3:21), tetapi hanya sedikit yang dikatakan tentang Mesias. Gelar itu tidak dipakai untuk penyelamat yang akan datang. Bahkan tokoh yang akan membuka zaman yang akan datang adalah Allah sendiri. Tetapi walaupun istilah “Mesias” itu tidak muncul secara tersendiri, ada bermacam-macam penggunaannya dalam rangkaian kata seperti Mesias Tuhan (yang di urapai).
Selama masa antara PL dan PB, arti dari istilah itu mengalami beberapa perubahan, dan arti teknis dari orang yang diurapi Tuhan menjadi lebih menonjol (Mzr 17-18). Pengharapan akan kedatangan Mesias mempunyai bentuk yang berbeda-beda, tetapi yang paling menonjol ialah gagasan mengenai Raja keturunan Daud, yang akan mendirikan kerajaan di dunia bagi umat Israel dan akan menghancurkan musuh-musuh Israel. Mesias akan merupakan tokoh politik, tetapi dengan kecendurungan ke arah agama.
b.      Kitab-kitab Injil Sinoptik
Kitab-kitab Injil Sinoptik yang memberikan petunjuk mengenai pandangan  Yesus tentang peranan Mesias. Pertama-tama perlu dicatat bahwa kitab-kitab Injil memberikan informasi mengenai pengharapan umum akan Mesias pada waktu itu. Matius melaporkan bahwa para penasehat berbangsa Yahudi dari Raja Herodes mampu memberitahu secara langsung bahwa Mesias akan dilahirkan di Betlehem (Mat 2:3-5). Lukas mencatat kebingungan orang banyak apakah Yohanes Pembaptis adalah Mesias itu (Luk  3:15), dan hal ini merupakan suatu hal yang menyatakan secara tidak langsung tentang pengharapan mereka.
c.       Tulisan-tulisan Yohanes
Injil Yohanes menyebutkan dua kejadian tertentu pada waktu gelar Mesias digunakan untuk Yesus;  kedua kejadian ini terjadi pada awal pelayanan-Nya. Suatu masalah timbul karena menurut Yohanes, murid-murid pertama langsung mengenal Yesus sebgai Mesias, sedangkan kitab-kitab Injil Sinoptik tidak memperlihatkan kesadaran ini sebelum peristiwa pengakuan di Kaisarea Filipi. Para ahli menyelesaikan masalah ini dengan menganggap bahwa Yohanes pada bagian-bagian ini tidak menyajikan tradisi yang otentik, tetap merupakan suatu interpretasi yang dipaksakan terhadap tradisi itu. Penggunaan gelar Mesias:
-          Perempuam Samaria (Yoh 4:25), karena bagi orang-orang Samaria, gelar itu tidak akan menimbulkan salah pengertian kearah politik seperti halnya dengan orang-orang Yahudi.
-          Andreas yang memberitahu Petrus saudaranya kami telah menemukan Mesias (Yoh 1:41).
-          Filipus memberi tahu Natanael kami telah menemukan Dia, yang diasebut oleh Musa dalam kitab Taurat dan oleh para nabi (Yoh 1:45).
Haruslah diingat bahwa tujuan dari tulisan Yohanes ialah supaya para pembaca percaya bahwa Yesus adalah Kristus, Anak Allah (Yoh 20:31).
d.      Kisah Para Rasul
Pernyataan pertama dalam jemaat mula-mula pada hari Pentakosta mencapai puncaknya dalam penegasan bahwa “Allah telah membuat Yesus, yang kamu salibkan itu, menjadi Tuhan dan Kristus” (Kis 2:36). Jelaslah pernyataan ini penting karena merupakan pernyataan yang pertama tentang Kristus kepada masyarakat umum sejak kebangkitan-Nya. Hubungan antara ketuhanan dengan kemesiasan itu penting, karena memperlihatkan bahwa pada awal jemaat Kristen, satu gelar saja dianggap tidak cukup untuk menggambarkan status Yesus.
e.       Paulus
Cara Paulus memperlihatkan tentang siapa Yesus sangat berbeda dengan penyajian dalam kitab-kitab Injil, dan perbedaan itu disebabkan oleh kebangkitan Yesus. Mesias yang menderita dalam kitab-kitab Injil menjadi Kristus yang hidup dan yang menang dalam surat-surat Paulus, tetapi Ia tetap Mesias. Gelar Yesus Kristus atau Kristus Yesus hanyalah persesuaian bentuk dari Yesus sang Mesias. Pada waktu Paulus menulis misi Mesias telah diselesaikan. Ia mengembangkan pikirannya sendiri mengenai pengertian Mesias dengan cara pandang yang baru, yang didasari oleh penggenapan dalam Kristus yang telah bangkit, yang telah memulai suatu kerajaan rohani.
Gagasan tentang Mesias sebagai Raja dari keturunan Daud dapat ditelusuri dari janji Allah kepada Daud dalam 2 Samuel 7:16, “keluarga dan kerajaanmu akan kokoh untuk selama-lamanya.” Janji ini merupakan dasar dari nubuat para nabi yang berhubungan dengan kerajaan Mesias, dan menjelaskan bagaimana pengharapan akan kerajaan yang dipulihkan di bawah Mesias dapat dilihat sebagai penggenapan dari janji ilahi kepada Daud. Daud menjadi istilah yang berarti Israel yang dipulihkan.
C.    HAMBA
1.      Latar belakang
Konsep Hamba Allah langsung berasal dari nyanyian tentang Hamba dalam kitab Yesaya, jadi perikop-perikop dalam kitab Yesaya merupakan ttitk tolak yang jelas untuk menelusuri keterangan latarbelakangnya (Yes 41:8-20; 42:1-9; 49:1-7; 52:13-53:12).
Ungkapan bahasa Yunani pais theou dapat berarti “Anak Allah” atau “Hamba Allah.” Pada masa antara PL & PB ungkapan tersebut mempunyai arti “Hamba Allah”. Penggunaan ungkapan ini meneruskan penggunaan kata ẻvẻd atau ẻvẻd Yhwh dalam PL yaitu kata “hamba” dipakai dengan makna religius. Ada banyak perdebatan mengenai pengertian tentang siapakah Hamba yang dimaksud dalam nyayian-nayayian ini, apakah ia merupakan seorang pribadi atau mewakili bangsa Israel secara keseluruhan. Dalam PB walaupun pandang yang mendukung bahwa yang dimaksudkan adalah seorang pribadi kelihatannya lebih mungkin. Tentu saja tugas hamba dalam perikop ini dapat dimengerti jikalau yang dimaksud ialah pribadi yang dipanggil Allah dan dipenuhi Roh Kudus.
a.      Pentingnya gelar “Hamba” untuk kristologi
Jeremias 1957 menemukan sebutan-sebutan berikut yang dipakai unutk sehubungan dengan tema “Hamba.”
-          ho pais (Hamba)
-          ho huios tou theou (Anak Allah.
-          ho amnos tou theou (Anak Domba Allah).
-          to arnion (Anak Domba)
-          ho ekletos, ho eklegmenos (Yang Terpilih)
-          ho agapệtos (Yang Dikasihi)
-          ho dikaios (Yang Benar)
Gelar-gelar yang didapat semuanya sejalan dengan pandangan bahwa baik Yesus maupun orang-orang Kristen mula-mula mengakui Yesus sebgai Hamba.
D.    Anak Manusia
1.      Kitab-kitab Injil Sinoptik
Dari semua gelar Yesus dalam kitab-kitab Injil Sinoptik, gelar ‘Anak Manusia’ merupakan gelar yang paling penting dan juga paling membingungkan. Lagi pula, gelar tersebut hanya dipakai oleh Yesus sendiri, sehingga langsung timbul pertanyaan mengenai apa yang Ia maksudkan dengan gelar itu. Disini kita dapat melihat lima pengertian yang mungkin untuk penggunaan gelar Anak Manusia:
a.       Sebutan-sebutan setiap Anak Manusia dalam setiap kategori mungkin asli, karena itu hal tersebut memperlihatkan pandangan Yesus sendiri mengenai identitas-Nya.
b.      Semua sebutan Anak Manusia merupakan gelar yang diberikan oleh masyarakat Kristen dan tidak mencerminkan pandangan Yesus mengenai diri-Nya sendiri.
c.       Hanya sebutan-sebutan Anak Manusia yang mengarah pada masa yang akan datang saja yang dapat dipercaya.
d.      Hanya sebutan-sebutan Anak Manusia yang ditujukan pada masa yang akan datang saja yang dapat dipercayai, tetpi Yesus menganggap diri-Nya sebgai Anak Manusia sorgawi yang akan dinyatakan pada penyempurnaan masa kini.
e.       Sebutan-sebutan Anak Manusia yang mengarah pada kehidupan Yesus di dunia saja yang dapat dipercaya.
Gelar Anak Manusia dihubungkan dengan berbagi unsur yang hanya mendapat arti berdasarkan satu anggapan pokok, bahwa Yesus berpikir tentang diri-Nya sebgai Mesias sorgawi yang menggenapi suatu pelyanan di dunia demi manusia, yang akan mencapai puncaknya dalam kemuliaan yang terakhir. Dengan penjelasan ini dapatlah dimengerti mengapa Yesus tidak meggunakan gelar Mesias untuk menjelaskan misi-Nya, karena pekerjaan-  Nya bukanlah bersifat politik melainkan bersifat rohani.
Selanjutnya mengingat kesukaran yang sudah melekat pada gagasan tentang Mesias yang menderita dalam pemikiran orang-orang zaman itu, dan keasdaran Yesus sendiri bahwa misi rohani-Nya hanya dapat diselesaikan melalui penderitaan dan kematian, maka kelihatannya masuk akal untuk berpendapat bahwa dalam pikiran-Nya Ia menyamakan diri-Nya dengan Hamba yang menderita itu. Ia menggunakan gelar Anak Mausia itu bukan demi kepentingan para pendengar-Nya, tetapi unutk menggabungkan dalam pikiran-Nya beberapa hal yang membuat misi-Nya bersifat unik. Sebenarnya Ia mengartikan kembali gagasan tentang Mesias sampai murid-murid-Nya dapat menyamakan Anak Manusia dengan Yesus sang Mesias.
E.     Tuhan
Kata kurios (‘tuan’) digunakan pada masa PB sebagai gelar kehormatan yang diberikan kepada seseorang yang lebih tinggi kedudukannya. Gelar itu juga digunakan sebagai sebutan untuk kaisar Roma atau dewa kafir. Karena itu gelar ini digunakan secara meluas oleh orang-orang bukan Yahudi. Tetapi gelar itu mempunyai arti khusus bagi orang-orang Yahudi karena sering digunakan dalam LXX sebagai terjemahan kata Ibrani Adonay, yang sering digunakan sebagai pengganti kata Yhwh.
1.      Kitab-kitab Injil Sinoptik
Sebutan Kurios bagi Yesus dalam kitab-kitab Injil Sinoptik sering dimaksudkan sebagai gelar kehormatan. Dalam Matius 21:3 (=Mrk 11:3 = Luk 19:31) Yesus menyuruh murid-murid-Nya untuk memberitahukan pemilik keledai itu demikian, “Tuhan memerlukannya.” Pernyataan ini mungkin menunjukkan bahwa Yesus dikenal sebagai ‘Tuhan’ dalam masa hidup-Nya, tetapi mungkin murid-murid-Nya akan menganggap sebutan ini tidak lebih dari suatu gelar penghormatan. Nampaknya mungkin sekali, bahwa pemilik keledai itu telah mempunyai hubungan sebelumnya dengan Yesus. Dalam hal ini sebutan ‘Tuhan’ mungkin sama dengan ‘Tuan’ atau ‘Guru’.
2.      Tulisan-tulisan Yohanes
Injil Yohanes mencerminkan pola dasar yang sama yaitu penggunaan gelar kurios itu secara non-teologis sebelum kebangkitan dan secara teologis sesudah kebangkitan.
3.      Kisah Para Rasul
Dalam Kisah Para Rasul, gelar Tuhan khususnya disukai oleh Lukas dalam menceritakan perbuatan-perbuatan dan pengajaran-pengajaran dari jemaat mula-mula. Dalam khotbah Peturs dalam Kis. 2:36, terdapat pernyataan bahwa “Allah telah membuat Yesus, yang kamu salibkan itu, menjadi Tuhan dan Kristus.” Ketuhanan disini berarti hak kekuasaan pemerintahan sorgawi yang diperoleh Yesus, sebagai kontras yang nyata dengan Yesus yang disalibkan. Dalam khotbah Petrus kepada Kornelius, sehubungan dengan firman yang memberitakan damai sejahtera oleh Yesus Kristus, ia berkata, “Dia adalah Tuhan dari semua orang” (Kis. 10:36). Inilah pandangan yang luar biasa mengenai ketuhanan Yesus, yang menyatakan bahwa Ia memiliki hak penuh kekuasaan pemerintahan sorgawi.
4.      Paulus
-          Ungkapan marana tha dalam 1 Korintus 16:22. Marana tha  berasal dari bahasa Aram dan lazimnya diterjemahkan “Tuhan kami, datanglah.” Bentuk ini merupakan suatu perkataan orang-orang Kristen mula-mula yang telah menjadi semacam ungkapan yang sudah dikenal di antara orang-orang bukan Yahudi.
-          Pengakuan iman mula-mula (Rm. 10:9; 1 Kor. 12:3). “Yesus adalah Tuhan” dan percaya bahwa Allah telah membangkitkan dia dari antara orang mati. Ketuhanan tidak akan mempunyai arti jika terpisah dari kebangkitan.
-          Pengakuan ketuhan secara umum (Flp. 2:11).  “Yesus Kristus adalah Tuhan.”
Paulus memakai gelar “Tuhan” 275 kali, berarti 38% dari seluruh penggunaan gelar itu dalam PB yang adalah 718 kali.[1] Sebagian besar surat-surat Paulus ditujukan kepada jemaat yang hidup dalam kebudayaan Yunani waktu itu, dimana sebutan “Tuan” amat sering dipakai tidak hanya untuk seorang bangsawan, melainkan juga untuk pribadi yang lebih tinggi, yakni dewa. Memberitakan Yesus sebagai Tuhan akan sangat berarti dalam dunia Yunani pada waktu itu. Begitupun dengan para pembaca Yahudi, karena pada waktu PL diterjemahkan ke dalam bahwasa Yunani, kata tersebut dipakai untuk menerjemahkan nama ilahi “Yahweh.”
F.     Anak Allah
1.      Kitab-kitab Injil Sinoptik
Penggunaan gelar ‘Anak Allah’ bersama dengan ‘Mesias’ (Mat. 16:16; bnd Mrk. 8:29; Luk. 9:20; Mat. 26:63-64=Mrk 14:61-62; Luk 22:66).
2.      Tulisan-tulisan Yohanes
Tujuan penulisan Injil Yohanes dinyatakan secara khusus agar para pembaca dapat percaya bahwa Yesus adalah Anak Allah (Yoh 20:31), karena itu tidaklah mengherankan bila ditemukan lebih banyak penekanan pada konsep Anak Allah daripada mengenai Anak Manusia. Gelar itu sendiri muncul beberapa kali, tetapi lebih penting lagi ialah penggunaan mutlak dari hubungan Bapa-Anak yang meresapi kata-kata Yesus dalam Injil ini. Kesadaran-Nya sebagai Anak senantiasa hadir di manapun Ia berada.
Keunikan Yesus sebagai Anak Allah, seperti dalam Yoh 1:12, orang-orang lain mungkin diberi kuasa untuk menjadi anak-anak Allah tetapi Yesus tidak memerlukannya karena Ia adalah Anak yang berbeda macamnya; Ia adalah Anak secara hakiki. Sebagai Anak Allah, Yesus memiliki sifat-sifat yang khusus. Pertama, Anak itu diutus oleh Bapa (Yoh 3:34; 5:36,38; 7:29; 11:42). Kasih Bapa bagi Anak, dalam Yoh 5:20 menyebutkan bahwa kasih Bapa bagi Anak mendorong Bapa menunjukkan segala sesuatu yang dikerjakan-Nya  kepada Anak.  Ketergantungan Anak kepada Bapa (Yoh 5:19). Anak yang berdoa kepada Bapa (Yoh 11:41). Anak menyatakan Bapa (Yoh 6:46). Anak menyampaikan kata-kata Bapa (Yoh 10:18). Bapa telah menyerahkan segala sesuatu kepada Anak (Yoh 13:3). Kembali kepada Bapa (Yoh 14:28).
3.      Paulus
‘Anak’ dalam teologi Paulus dikaitkan dengan misi Yesus secara keseluruhan. Pada waktu Allah bertindak untuk menyelamatkan manusia, Ia mengutus Anak-Nya (Gal 4:4). Paulus juga membuat suatu pernyataan yang terkenal dalam Roma 8:3, yang menghubungkan keadaan sebagai Anak Allah dengan Yesus yang datang serupa dengan daging yang berdosa. 1 Kor 15:28, memperjelas keadaan Yesus sebagai Anak Allah, dan keadaan Anak yang berada di bawah Bapa, artinya penyerahan Anak dalam pelayanan yang sempurna demi kepentingan misi.
4.      Surat Ibrani
Dalam surat Ibrani, ‘Anak Allah’ dibahas lebih sungguh-sungguh. Didalamnya Anak yang dimuliakan merupakan pusat perhatian dari keseluruhan surat ini. Anak melakukan peranan yang merupakan hak-hak istimewa dari Allah dan juga merupakan alat yang sempurna untuk memperkenalkan Allah.

G.    Gelar-Gelar Kristus Yang Lain
Yesus sebagai nabi dan guru. Luk 4:24 Yesus secara tidak langsung menerangkan gelar ‘nabi’ itu pada diri-Nya. Ada banyak hal dalam pelayanan Yesus yang sesuai dengan peranan seorang nabi. Pengajaran-Nya berpusat pada pernyataan Kerajaan Allah. Ia disebut rabi, yang menunjukkan bahwa Ia secara popular dianggap sebagai guru yang berkuasa, walaupun secara resmi Ia tidak dikenal demikian. Tetapi dalam pelayanan pengajaran-Nya, Ia bergerak lebih jauh, tidak hanya sekedar memproklamasikan Kerajaan seperti yang dilakukan oleh nabi-nabi terdahulu. Dia sendirilah nabi yang akan datang itu, seorang pembuka zaman baru.
Logos. Dalam Injil Yohanes, terdapat 3 sifat Yesus Kristus yang ditekankan dalam peran-Nya sebagai logos. Pertama, Yohanes kembali pada pemikiran tentang keadaan sebelum penciptaan untuk menggambarkan hubungan Yesus dengan Bapa. Kedua, Yohanes menerangkan sedikit tentang hubungan antara logos dengan dunia. Ketiga, ialah hubungan logos dengan manusia. Dalam surat-surat Paulus, tidak ada penekanan yang sama mengenai logos sebagai gelar, namun terdapat beberapa segi yang sejajar. Bagi Paulus, sebagaimana bagi Yohanes, Kristus ada sebelum segala sesuatu ada, yang merupakan wakil penciptaan dan yang telah menjadi manusia (bnd. Kol 1:15 dst; Flp 2:5 dst.). Paulus secara khusus memperlihatkan Kristus sebagai Hikmat (1 Kor 1:30 dst.).
“Aku adalah.” Tujuh kali dalam Injil Yohanes Yesus menggunakan bentuk ‘Aku adalah’ untuk menggambarkan diri-Nya. Ucapan-ucapan ini meliputi pemekaian kata-kata kiasan yang luas, yaitu roti (Yoh 6:35); terang (Yoh 8:12); pintu (Yoh 10:7); gembala (Yoh 10:11); kebangkitan dan hidup (Yoh 11:25); jalan, kebenaran, hidup (Yoh 14:6); anggur (Yoh 15:1). Dalam setiap hal, ‘Aku adalah’ menjelaskan peran-peran tertentu dari Yesus, yaitu untuk menguatkan, menyinari, mengakui, memelihara, memberi hidup, membimbing. Dalam kitab Wahyu perkataan ‘Aku adalah’ terdapat dalam ungkapan Alfa dan Omega dalam Wahyu 1:8. Yesus juga disebut sebagai ‘Adam yang akhir (Roma 5:12 dst dan 1 Kor 15).
Dalam bukunya Teologi Perjanjian Baru, Loen Morris juga menyebutkan beberapa gelar Yesus seperti “Juruselamat”, “Raja”, “Hakim”, “Nabi.”
Kesan keseluruhan dari penyelidikan yang saksama mengenai gelar-gelar Kristus menguatkan pandangan bahwa Yesus yang hidup dan melayani di dunia dengan cepat dikenal dalam status kebangkitan-Nya sebagai Allah dan juga sebagai manusia.

H.    Syair-Syair Pujian Tentang Kristus
Filipi 2:6-11; Kolose 1:15-20; 1 Timotius 3:16; Ibrani 1:2-3 dan 1 Petrus 3:18-20 adalah perikop-perikop yang memiliki nilai yang khusus karena menunjukkan secara khusus beberapa gagasan yang tercakup dalam gelar-gelar Kristus. Syair-syair pujian ini juga menyajikan suatu kristologi yang tinggi yang tidak membiarkan adanya keraguan bahwa Yesus adalah Allah dan juga manusia. Penting bahwa perikop-perikop ini yang dihubungkan dengan keadaan Yesus yang dimuliakan juga menekankan kehinaan-Nya. Gagasan seperti “tanpa merebut” dari Filipi 2, “gambar” dan “kepenuhan” dari Kolose 1 dan “cahaya kemuliaan Allah” dari Ibrani 1 membuat tidak mungkin untuk memandang Yesus sebagai seorang manusia saja. Apa saja penjelasan dari misteri inkarnasi, setiap pandangan yang tidak mendukung sifat dan status Yesus yang dimulikan adalah tidak sesuai dengan PB.

I.       Peristiwa-Peristiwa Kristologis
1.      Kelahiran dari anak dara
Mujizat istimewa ini adalah unik. Dalam beberapa hal, mujizat ini dihubungkan dengan mujizat kristologi yang besar lainnya, yaitu kebangkitan Yesus. Jika kebangkitan itu dapat terjadi, maka tidak ada alasan untuk mengatakan bahwa kelahiran dari anak dar adalah tidak mungkin. Kelahiran dari anak dara tidak dimaksudkan untuk mempertahankan keadaan Yesus yang tidak berdosa, walaupun kelahiran dari anak dara itu adalah sesuai dengan ajaran itu. Ketidakberdosaan itu disaksikan dalam ayat-ayat lain (mis. 2 Kor 5:21; Ibr 7:26; 1 Ptr 1:19). Bukan kelahiran dari anak dara itu sendiri yang menjamin kehidupan yang tanpa dosa tetapi hal ini dijamin oleh karya Roh Kudus dalam kelahiran itu. Pengertian secara harfiah mengenai kisah kelahiran ini, sangat sesuai dengan PB secara umum mengenai Kristus sebagai Anak Allah, yang juga adalah seorang manusia yang sempurna. Tidaklah dapat dikatakan bahwa inkarnasi adalah mustahil tanpa kelahiran dari anak dara, karena Allah mampu melakukannya dengan cara lain. Tetapi dapat dan harus dikatakan bahwa kelahiran Yesus dari anak dara benar-benar sesuai dengan sifat seorang yang menjadi manusia walaupun Ia setara dengan Allah (Flp 2:6).
2.      Kebangkitan
Makna utama dari kebangkitan ialah kontribusi yang diberikannya bagi pengertian kita mengenai pribadi dan pekerjaan Kristus. Kita hanya dapat percaya bahwa Kristus yang sudah ada sebelum segala sesuatu itu telah menjadi manusia, jika kebangkitan merupakan peristiwa yang sungguh terjadi. Kepercayaan akan kebangkitan sebagai peristiwa yang benar terjadi merupakan dasar satu-satunya yang dapat menjamin kesinambungan yang diperlukan bila kita membela ajran tentang Yesus sebagai Allah dan juga manusia.
Salah satu factor yang paling penting artinya dalam pengertian orang-orang Kristen mula-mula mengenai kebangkitan ialah sorotannya terhadap ajaran mengenai Allah. Tindakan kebangkitan selalu merupakan tindakan Allah. Walaupun Yesus menyatakan diri-Nya berkuasa untuk mengambil nyawa-Nya kembali setelah memberikannya (Yoh 10:1), namun PB tidak memberi kesan bahwa kebangkitan itu merupakan tindakan Kristus sendiri tanpa bergantung kepada Allah. Kuasa dibelakangnya ialah kuasa Allah dan kebangkitan Kristus dianggap sebagai pamerean tertinggi dari kuasa ilahi. Dengan tindakan itu lingkaran kematian dan pengrusakan dalam kehidupan manusia yang tidak pernah berhenti sudah dikekang. Allah telah menyediakan jalan keluar dari kematian menuju hidup, dengan membangkitkan Anak-Nya sendiri dari kemaitan. Kebangkitan merupakan bagian yang penting dari rencana Allah untuk penebusan umat manusia.
Kebangkitan juga menghubungkan pribadi Kristus dengan pekerjaan-Nya. Kebangkitan mengungkapkan kepuasan Allah dengan apa yang telah dilakukan oleh Kristus. Pengagungan pribadi Kristus menjelaskan bahwa misi-Nya berhasil baik. Kebangkitan sangatlah diperlukan untuk keselamatan manusia. Kebangkitan itu merupakan dasar keyakinan bahwa kristus menaruh perhatian yang terus-menerus pada kesejahteraan umat-Nya dan mendoakan mereka.
3.      Kenaikan
Makna teologis dari kenaikan, yaitu:
-          Pelengkap bagi kebangkitan
-          Permulaan pengagungan dan penobatan
-          Permulaan pelayanan sebagai pengantara
-          Penggenapan misi Allah
-          Kristus memenuhi segala sesuatu
-          Penganugerahan Roh Kudus
-          Terbukanya jalan masuk bagi orang-orang percaya
-          Permulaan zaman yang baru.



BAB III
KESIMPULAN

Berdasarkan pembahasan di atas, maka dapat disimpulkan bahwa Yesus adalah Anak Allah yang datang untuk menyelamatkan manusia, sekaligus memperlihatkan Yesus sebagai manusia yang sempurna. Penulis-penulis Perjanjian Baru menyebut Yesus dengan berbagai gelar yang layak bagi Yesus sendiri, diantaranya “Mesias,” “Hamba,” “Anak Manusia,” “Tuhan,” “Anak Allah,” “Nabi dan Guru,” “Logos,” serta pemekaian kata-kata kiasan yang luas, yaitu roti (Yoh 6:35); terang (Yoh 8:12); pintu (Yoh 10:7); gembala (Yoh 10:11); kebangkitan dan hidup (Yoh 11:25); jalan, kebenaran, hidup (Yoh 14:6); anggur (Yoh 15:1). Dia adalah Alfa dan Omega.
Peristiwa-peristiwa Kristologis yakni kelahiran, kebangkitan serta kenaika-Nya memiliki makna teologis yaitu Kristus sebagai Anak Allah, yang juga adalah seorang manusia yang sempurna. Kebangkitan merupakan dasar keyakinan bahwa kristus menaruh perhatian yang terus-menerus pada kesejahteraan umat-Nya dan mendoakan mereka. Dan kenaikan-Nya merupakan pelengkap bagi kebangkitan, permulaan pengagungan dan penobatan, permulaan pelayanan sebagai pengantara, penggenapan misi Allah, Kristus memenuhi segala sesuatu, penganugerahan Roh Kudus, terbukanya jalan masuk bagi orang-orang percaya, dan permulaan zaman yang baru.



DAFTAR PUSTAKA

Guthrie, Donald. 2008. Teologi Perjanjian Baru 1. Jakarta: BPK Gunung Mulia.
Morris, Leon. 2006. Teologi Perjanjian Baru. Malang: Gandum Mas


[1]   Morris, Leon. 2006. Teologi Perjanjian Baru. Malang: Gandum Mas. 50.